Yusril Ihza Mahendra Ungkap Risiko Pilpres Diboikot Lewat Paslon Tunggal
Abadikini.com, JAKARTA – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengungkap potensi pilpres diboikot melalui pasangan calon tunggal.
Yusril menyebut hal itu bisa saja terjadi karena kekurangan aturan di UUD 1945. Menurutnya, tak ada antisipasi dalam konstitusi terhadap kemungkinan hanya satu pasangan calon yang mendaftar.
“Bisa saja orang mau boikot pemilu kalau ada satu pasangan, ‘Kamu saja deh maju sendiri. Enggak ada pasangan lain.’ Pilpres gagal. Itu kelemahan dari UUD ’45,” kata Yusril seperti dikutip dari CNNIndonesia, Kamis (30/3/2023).
“UUD ’45 kita itu mengasumsikan, calon presiden harus dua pasangan minimal,” sambungnya.
Dia mengatakan akan terjadi krisis konstitusional bila kondisi satu paslon tersebut terjadi. Pemerintahan eksekutif akan kosong karena presiden telah habis masa jabatannya.
Yusril berpendapat kondisi tersebut akan berujung pada perpanjangan masa jabatan presiden yang sedang menjabat. Hal itu bisa dilakukan melalui sidang MPR jika benar-benar terjadi.
“Satu-satunya yang paling mungkin perpanjangan Jokowi. Bukan cuma Jokowi, andai kata saya yang jadi presiden, siapa pun jadi presiden, dia bisa (diperpanjang masa jabatannya karena hanya ada satu paslon pilpres),” ucapnya.
Yusril enggan berspekulasi apakah boikot pilpres berujung penundaan pemilu itu bisa terjadi pada 2024. Namun, ia mengatakan tak ada yang tidak mungkin di dalam politik.
“Bisa saja. Siapa menyangka tahun 1999 Habibie ditolak pidato pertanggung jawabannya?” kata Yusril.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memungkinkan Pilpres 2024 hanya diikuti satu pasangan calon presiden-wakil presiden.
Dalam UU tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap harus melanjutkan tahapan pilpres jika hanya ada satu pasang calon yang mendaftar.
Apabila hanya ada satu pasangan calon yang didaftarkan, maka KPU membuka masa pendaftaran tambahan.
Jika masih tetap tidak ada yang mendaftar, KPU harus melanjutkan tahapan pelaksanaan. Hal itu diatur dalam Pasal 235 Ayat (6) UU Pemilu.
“Dalam hal telah dilaksanakan perpanjangan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) masih terdapat satu pasangan calon, tahapan pelaksanaan Pemilu tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini,” bunyi Pasal 235 ayat (6).
Demi mencegah itu, UU Pemilu mengatur kewenangan KPU untuk menolak pendaftaran pasangan calon diajukan oleh koalisi parpol sehingga mengakibatkan koalisi parpol lainnya tidak dapat mendaftarkan Paslon.
UU Pemilu juga memberikan sanksi bagi parpol atau gabungan parpol tak bisa mengikuti Pemilu berikutnya bila tak mengajukan paslon.